Menjadi dewasa

Jika parameter dari kedewasaan itu hanya sekedar usia dan banyaknya bulu yang tumbuh disekitar kemaluan ketiak. Rasanya saya sudah bisa masuk kedalam kategori tersebut. Buktinya.. saya sekarang sudah bisa mengakses situs-situs dewasa. Melalui batasan usia.

Tapi entah kenapa, sampai sekarang orangtua masih menyebut saya anak kecil. Padahal punya saya sudah besar, badannya. Atau memang karna wajah saya ini yang masih unyu mirip rafathar, saya juga gatau.
Yang jelas bagi saya menjadi dewasa itu masuk ke dalam 'to do list' saya tahun ini. 

Well.. menurut temen saya indikator kedewasaan itu bisa dilihat dari masalah percintaan. Jika masalah percintaan kita masih berantakan itu tandanya kita masih belum cukup dewasa.
Sepertinya saya tidak lolos pada point pertama. Karna apa apa tentang cinta saya masih belum terlalu mengerti. Bagi saya cinta itu menyebalkan.

Yang kedua, kata teman saya kedewasaan itu semua semua tentang prioritas. Jika kita sudah bisa mengenyesampingkan keinginan untuk kepentingan dan kebutuhan  itu berarti tandanya kita sudah dewasa.
Dan Saya juga tidak lolos pada point kedua. Terbukti dari hobby saya yang masih sering belanja headset di tokopedia.
'HAA MEMANG SUSAH  MENAHAN GODAAN SHOPPING'.

Dan yang ketiga menurut teman saya menjadi dewasa adalah tentang komitmen.
Jika kita sudah bisa berkomitmen dengan ucapan dan seseorang, itu berarti tandanya kita sudah bisa disebut dewasa.
DAN SAYA JUGA TIDAK LOLOS PADA POINT KETIGA. 

Ternyata menjadi dewasa itu berat, seperti rindu.  tak semudah yang saya pikirkan. Gacukup hanya sekedar usia dan lebatnya bulu kemaluan kumis saja. Tetapi Butuh kematangan cara berfikir dan komitmen dalam menjalani hidup. 

Akhirnya saya bisa menarik kesimpulan bahwasannya, Menjadi dewasa itu ibarat menulis buku. Harus banyak dulu yang ditulis baru baru bisa disebut buku. Harus mengalami banyak hal dulu baru siyap menjadi dewasa.

#ashiyaaapp



You May Also Like

2 comments